Aku sedang menganalisa diriku. Hari ini aku membuka mata dengan sebuah perasaan yang sulit kuidentifikasi. Berawal santai, tiba-tiba sedih, marah, senang, lalu menuju takut, bingung, kemudian sedih lagi, marah dan terus berganti. Semua terjadi secara acak dan tidak dapat kudeteksi kenapa, bagaimana, maupun apa yang harus dilakukan dalam kondisi ini. Aku menyebutnya Unidentified Feelings Object (UFO).
Sebenarnya, ada beberapa kejadian yang dapat menjelaskan beberapa perasaan (hanya beberapa). Misalnya, rasa senang karena ada seseorang yang kusukai dan setelah beberapa waktu menjadi secret admirer-nya, akhirnya aku bisa ngobrol dengan cukup panjang, walaupun topiknya busuk; kemudian rasa bingung karena aku punya kewajiban untuk menambah modal usaha kopi yang kubangun bersama beberapa teman, sayangnya sampai saat ini aku nggak tahu lagi harus mendapatkannya dari mana. Satu-satunya harapanku, yaitu ayahku terlihat tak sanggup membantuku soal ini; dan perasaan sedih yang kudapat karena aku rindu ibuku. Hanya ini, selebihnya aku tidak paham sama sekali.
Kegelisahan ini berlanjut hingga aku menaiki kuda besi yang siap mengantarku ke kantor. Sepanjang jalan, lagu “country road” yang di-coverĀ secara acapella justru membuatku semakin merasa sendu. Ada rindu di sela rasa-rasa ini, tapi entah rindu tentang apa.
Aku semakin sulit untuk menghentikan segala pikiran yang berkembang tanpa henti ini, sepertinya makin membingungkan. Di lain sisi, rasa-rasa tadi terus berganti dalam fase yang lumayan cepat. Aku sadar, mood ku sangat mungkin ikut berganti dalam waktu yang cepat. Aku harus menjalani hari ini dengan waspada. Tanpa kusadari, aku baru saja memasukkan satu rasa lagi dalam rentetan UFO ini.
Aku merasa sejenak seperti ada hal yang akan terjadi, entah itu apa. Lalu, tetiba aku kesal dengan semua yang sudah terjadi dan tidak berhasil. Aku bisa takut menghadapi yang sama sekali belum kuketahui. Hingga akhirnya, aku diam karena tidak paham apa yang sedang terjadi di benak ini.
Sesekali, gambaran wajah itu membayangiku, perempuan baru yang entah kenapa menyita perhatianku sejak pertama melihatnya. Memang, dia sekilas mirip dengan wanitaku saat ini, yang juga sepupuku itu. Mungkinkah aku hanya mencari versi lain dari wanitaku, atau aku memang benar terpesona dengan perempuan di ‘ladang’ itu?
Selang beberapa detik menikmati perasaan itu, gambaran ibuku yang meninggal Agustus lalu mengoyak relung hati terdalam. Isyaratkan hatiku bahwa aku sudah tak punya ibu yang begitu menyayangiku tanpa syarat. Aku yakin sayangnya masih ada, tapi raga tak bisa berdusta telah tiada. Sedih dan terus meresap ke bawah sadar ini. Aku hanya bisa menghela nafas.
Sekelibat, terbayang isi dompetku yang mulai kosong, rekening tak lagi dapat memberi penghidupan. Ini busuk! Uangku habis, padahal tanggal ini masih satu digit. Entah aku besok hidup dari apa. Hebatnya, aku tak begitu kuatir soal ini, aku yakin “bahan bakar” ini baik-baik saja.
Hitungan detik berikutnya membawaku dalam fakta belum ada biaya untuk bisnis yang kujalani. saat ini sedang berkembang dan butuh asupan dana yang cukup. Saat pertama berdiri, ayahku sempat menyinggung soal modal yang kugocek dari kantongku sendiri. Ia bertanya kenapa aku tak meminta ke dia sebagai ayahku. Hal ini menjadi dasar, ketika saat ini aku sedang membutuhkan modal baru. Sayangnya, ketika aku sampaikan maksud itu, ayahku menolak secara halus dengan kata-kata ‘belum ada’. Tidak masalah, tapi ini membingungkanku.
Perasaan-perasaan aneh ini terus berotasi tanpa henti tanpa bisa kupahami. Alih-alih aku mengerti, kebingungan justru membombardir kesadaran ini. Semakin aku memaksa masuk dan mencari tahu, semakin aku tersesat dan nggak mendapat jalannya. Akhirnya aku terdiam dan memutuskan menuliskannya.
Apa yang kurasakan ini aku tahbiskan sebagai bagian dari kehidupan yang kujalani. Sulit, namun ini akan terus ada dan “show must go on“, benar kan? Biarlah semesta yang akan mengaturnya dan berkonspirasi satukan cita-cita Sang Kuasa. Aku masih di sini dan terus berusaha menikmati.
UFO I phosphone I 2020